Studi Empiris Tentang Instrumen Moneter Pada Sistem Dual Banking Di Indonesia Periode .......

PENDAHULUAN
 1.1            Latar Belakang Masalah
Diantara kebijakan ekonomi yang paling penting di setiap negara adalah kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Kebijakan fiskal meliputi anggaran negara, pajak dan neraca pembayaran yang biasanya ditangani oleh kementrian keuangan. Sedangkan kebijakan moneter menjadi tanggung jawab bank sentral atau otoritas moneter dan bertujuan untuk memelihara stabilitas harga-harga, stabilitas nilai tukar mata uang negara tersebut serta mengembangkan dan mengendalikan lembaga-lembaga keuangan yang ada di suatu negara.
 Dalam rangka mewujudkan sistem lembaga keuangan atau perbankan yang sehat, bank sentral atau otoritas moneter menggunakan suatu perangkat kebijakan moneter seperti pengendalian tingkat bunga, pembatasan ekspansi kredit, penentuan rasio likuiditas atau cadangan minimum (reserve requirement), penentuan bunga rediskonto, operasi pasar terbuka, currency swap dan sebagainya.
Dengan berkembangnya lembaga-lembaga keuangan islami dalam tiga dasa warsa terakhir, maka bank sentral atau otoritas moneter di berbagai negara yang berpenduduk mayoritas muslim harus pula memantau dan mengendalikan perkembangan lembaga-lembaga keuangan baru ini. Untuk melaksanakan fungsi pemantauan dan pengendalian itu maka otoritas moneter juga harus membangun seperangkat kebijakan dan instrumen moneter yang sesuai dengan prinsip-prinsip yang dianut oleh lembaga-lembaga keuangan dan perbankan islami. Sebagian negara muslim melakukan konversi mekanisme moneter dan perbankan yang ada ke dalam sistem islami, seperti Iran dan Pakistan, dan sebagian negara muslim lainnya, seperti Indonesia, mengakomodasian perkembangan tersebut melalui “dual banking system”, dimana perbankan islami dapat beroperasi berdampingan dengan perbankan konvensional[1].
Krisis ekonomi dan moneter yang terjadi di Indonesia pada kurun waktu 1997-1998 merupakan suatu pukulan yang sangat berat bagi sistem perekonomian Indonesia. Dalam periode tersebut, banyak lembaga-lembaga keuangan,termasuk perbankan, mengalami kesulitan keuangan. Tingginya tingkat suku bunga telah mengakibatkan tingginya biaya modal bagi sektor usaha yang pada akhirnya mengakibatkan merosotnya kemampuan usaha sektor produksi. Sebagai akibatnya kualitas aset perbankan turun secara drastis sementara sistem perbankan diwajibkan untuk terus memberikan imbalan kepada depositor sesuai dengan tingkat suku bunga pasar. Rendahnya kemampuan daya saing usaha pada sektor produksi telah pula menyebabkan berkurangnya peran sistem perbankan secara umum untuk menjalankan fungsinya sebagai intermediator kegiatan investasi.
Pengalaman historis tersebut telah memberikan harapan kepada masyarakat akan hadirnya sistem perbankan alternatif yang memenuhi selain memenuhi harapan masyarakat dalam aspek syariah juga dapat memberikan manfaat yang luas dalam kegiatan perekonomian.
Setelah dikeluarkannya UU No.10 Tahun 1998 yang pada intinya memberikan kewenangan dan pengawasan perbankan ke Bank Indonesia dan sekaligus diperkenalkan landasan hukum bank syariah. Selanjutnya dengan diberlakukannya UU No.23 Tahun 1999 Bank Indonesia dapat menerapkan kebijakan moneter berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Setelah diberlakukannya UU tersebut perbankan nasional mulai menerapkan sistem perbankan berganda atau dual banking system yang menuntut pengawasan yang lebih baik untuk menghindari  terjadinya krisis perbankan ke dua. Dual banking system yaitu adanya sistem perbankan konvensional dan syariah yang berlangsung dalam suatu negara dalam penerapannya harus berlandaskan pada karakteristik dari masing-masing sistem.
Dibandingkan dengan negara-negara lain seperti kawasan Timur Tengah dan Malaysia, perbankan syariah di Indonesia masih dalam tahap pengembangan awal. Keberadaan bank syariah dalam sistem perbankan Indonesia, baru dikembangkan sejak tahun 1992, sejalan dengan diberlakukannya Undang-undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan serta pendirian PT Bank Muamalat Indonesia [BMI] yang diikuti oleh pendirian beberapa BPR syariah [BPRS]. Namun perkembangan bank syariah dalam tahun-tahun berikutnya berjalan sangat lambat dikaitkan dengan potensi pasar yang sangat besar bagi kegiatan usaha bank syariah mengingat jumlah penduduk muslim di Indonesia yang dominan.  Walaupun perkembangan perbankan syariah dalam kancah nasional masih kecil, tetapi telah menunjukkan perkembangan hampir dua kali lebih besar dibandingkan pertumbuhan pada periode sebelum diberlakukannya Undang-undang No.10 Tahun 1998. Peranan perbankan syariah dalam mobilisasi dana dan penyaluran pembiayaan walaupun masih kecil, namun mengalami peningkatan yaitu masing-masing dari 0.05% dan 0.08% pada tahun 1998 menjadi 0.07% dan 0.17% pada tahun 1999.
Peningkatan peran perbankan syariah dalam penyaluran pembiayaan yang sedemikian rupa, disebabkan terutama adanya peningkatan volume penyaluran  pembiayaan dari Rp.445 milyar pada tahun 1998 menjadi Rp. 472 milyar pada tahun 1999 dan pada saat yang bersamaan penyaluran kredit oleh perbankan konvensional menurun dari Rp. 545 trilyun menjadi Rp. 227 trilyun.
Total aset bank syariah terus mengalami peningkatan. Semula aset bank syariah hanya mencapai Rp 1,71 triliun pada tahun 1998. Pada akhir 2002 angkanya telah mencapai Rp 4,04 triliun.Laporan Tahunan 2001 Bank Indonesia menyebutkan kenaikan aset itu menyebabkan persentase aset bank syariah terhadap aset perbankan nasional pun ikut naik.

Tabel 1.1. Pangsa Perbankan Syariah Terhadap Total Bank


Perbankan Syariah
Total Bank
Nominal
Pangsa
Total Aset
4,63
0,42%
1100
Dana Pihak Ketiga
3,32
0,40%
833,4
Kredit
3,66
0,87%
420,52
LDR/FDR*)
110,22%

50,46%
NPL
3,96%
8,15%
*) FDR = Financing extended/Deposit Fund
                LDR = Credit extended/Deposit Fund
Sumber : Statistik Perbankan Syariah, Maret 2003
                         Biro Perbankan Syariah
                         Bank Indonesia
Peningkatan juga terjadi pada dana yang dihimpun dan pembiayaan yang disalurkan. Masing-masing menjadi sebesar Rp 3,3 triliun dan Rp 3,66 triliun untuk posisi pada Maret 2003.

Tabel 1.2. Komposisi Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah
(juta Rupiah)
DANA PIHAK KETIGA
Jan-03
Feb-03
Mar-03
DEPOSIT FUND
Giro Wadiah
Nilai (Amount)
325,944
321,18
411,082
Wadiah currency account
Pangsa (Share)
10,47%
10,19%
12,37%





Tabungan Mudharabah
Nilai (Amount)
947,795
982,511
1,018,925
Mudharabah saving account
Pangsa (Share)
30,45%
31,18%
30,66%





Deposito Mudharabah
Nilai (Amount)
1,838,870
1,846,914
1,892,842
Mudharabah investment account
Pangsa (Share)
59,08%
58,62%
56,96%
Total
3,112,60
3,150,60
3,322,84
Sumber : Statistik Perbankan Syariah, Maret 2003
             Biro Perbankan Syariah
             Bank Indonesia

Kondisi ini sejalan dengan peningkatan jumlah kantor bank syariah dan sosialisasi yang dilakukan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap bank syariah. Sejalan dengan itu, jumlah kantor cabang bank umum yang beroperasi dengan prinsip syariah meningkat , menjadi 153 kantor bank. Rinciannya adalah 47 kantor cabang Bank Muamalat dan Bank Syariah Mandiri, 31 kantor cabang syariah dari enam bank umum konvensional. Yakni Bank IFI, Bank BNI, Bank Jabar, Bank BRI, Bank Danamon dan Bank Bukopin. Serta tidak ketinggalan 85 Bank Perkreditan Rakyat [BPR] Syariah [Tabel 3].

Tabel 1.3. Jaringan Kantor Perbankan Syariah
Kelompok Bank
April 2003

Groups of Banks
KP/UUS
KPO/KC
KCP
KK

Bank Umum Syariah
2
47
13
61

Islamic Commercial Banks

1. PT Bank Muamalat Indonesia
1
13
8
45

2. PT Bank Syariah Mandiri
1
34
5
16

Unit Usaha Syariah
6
31
1
0

Islamic Banking Unit

1. PT Bank IFI
1
1
0
0

2. PT Bank Negara Indonesia
1
12
1
0

3. PT Bank Jabar
1
3
0
0

4. PT Bank Rakyat Indonesia
1
8
0
0

5. PT Bank Danamon
1
5
0
0

6. PT Bank Bukopin
1
2
0
0

Bank Perkreditan Rakyat Syariah
85
0
0
0

Islamic Rural Banks

TOTAL
93
78
14
61


Sumber : Statistik Perbankan Syariah,                     Maret 2003
                  Biro Perbankan Syariah
                  Bank Indonesia

 
Keterangan:
-    KP = Kantor Pusat
-    UUS = Unit Usaha Syariah
-    KPO = Kantor Pusat Operasional
-    KC = Kantor Cabang
-    KCP = Kantor Cabang Pembantu
-   KK = Kantor Kas

Dalam sistem perbankan syariah , nilai-nilai islami  yang melandasi operasi perbankan syariah merupakan hal yang membedakan dengan sistem perbankan konvensional. Pengembangan ketentuan dan instrumen bagi bank syariah tidak dapat dipersamakan dengan yang berlaku pada bank konvensional. Adanya sebuah instrumen atau ketentuan yang berlaku bagi bank konvensional tidak berarti Bank Indonesia harus selalu menciptakan instrumen dan mengatur ketentuan yang sama bagi bank syariah.
Instrumen maupun ketentuan tersebut dapat saja diperlukan oleh bank syariah dan sepanjang tidak melanggar prinsip-prinsip syariah, maka hal tersebut harus diatur oleh bank sentral agar dapat berlaku bagi bank syariah. Bila instrumen dan ketentuan tersebut tidak sesuai dengan prinsip syariah, namun dibutuhkan bank syariah maka bank sentral harus menciptakan instrumen dan  mengatur ketentuan yang berbeda dengan yang berlaku bagi bank konvensional.
Sejak adanya penilaian terhadap perbankan islam, terdapat sejumlah kepustakaan teori yang telah diterbitkan untuk perkembangan sistem moneter dan perbankan islam (Uzair,1955, Khan, 1985). Tetapi tidak banyak penelitian secara empiris yang telah dibuat dalam perencanaan stabilitas moneter pada sistem keuangan islam (Khan,1980&1982, Ahmad & Khan,1990, Yousefi, 1996, Darrat, 1988), dengan alasan tersebut maka penulis mencoba untuk menganalisis secara empiris efektivitas dari instrumen moneter islam yang bebas bunga dalam kasus dual banking system di Indonesia, dengan judul penelitian:
Studi Empiris Tentang Instrumen Moneter Pada Sistem Dual Banking di Indonesia Periode 1997.I – 2003.I”
1.2           Identifikasi Masalah
Tujuan utama dari penelitian ini adalah menguji secara empiris tentang perbandingan instrumen moneter bebas bunga dan instrumen yang berbasiskan bunga, dalam kasus pada sistem dual banking sehingga otoritas moneter dapat membuat kebijakan dan perencanaan dengan tujuan utama kestabilan moneter menggunakan kedua instrumen alternatif tersebut diatas.  Untuk mencapai tujuan tersebut , penulis mencoba mengidentifikasikan beberapa masalah , diantaranya:
1. Apakah Otoritas Moneter mempunyai kontrol yang lebih besar terhadap instrumen moneter bebas bunga M1Islamic dan M2Islamic dibandingkan dengan instrumen moneter berbasiskan bunga M1 dan M2?
2. Apakah instrumen moneter  bebas bunga M1Islamic dan M2Islamic) mempunyai pengaruh yang lebih erat dalam memelihara stabilitas harga atau inflasi dibandingkan dengan dengan instrumen berbasiskan bunga M1 dan M2 ?
3. Apakah rasio likuiditas yang dapat dilihat dari hubungan antara instrumen kredit dan instrumen likuid yang telah ditetapkan oleh otoritas moneter dapat diterapkan sama antara instrumen keuangan yang bebas bunga dan instrumen keuangan yang berbasiskan bunga?
 1.3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan identifikasi masalah diatas maka penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui apakah otoritas moneter mempunyai kontrol yang lebih besar terhadap instrumen moneter bebas bunga M1Islamic dan M2Islamic dibandingkan dengan instrumen moneter berbasiskan bunga M1 dan M2.
2. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang lebih erat antara instrumen moneter yang bebas bunga M1Islamic dan M2Islamic dalam memelihara stabilitas harga atau inflasi dibandingkan dengan instrumen moneter berbasiskan bunga M1 dan M2.
3. Untuk mengetahui apakah rasio likuiditas yang dapat dilihat dari hubungan antara instrumen kredit dan instrumen likuid yang telah ditetapkan oleh otoritas moneter dapat diterapkan sama antara instrumen keuangan yang bebas bunga dan instrumen keuangan yang berbasiskan bunga?
 1.4. Kegunaan Penelitian
  1. Bagi  pembuat kebijakan, khususnya Bank Indonesia hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang dapat digunakan untuk lebih mendalami sistem dual banking dan kebijakan moneter pendukungnya yang pada akhirnya dapat dimanfaatkan sebagai salah satu bahan dalam mengevaluasi kebijakan yang telah diterapkan dan atau untuk merumuskan kebijakan baru.
  2. Bagi kalangan akademisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi untuk penelitian sejenisnya dikemudian hari, serta dapat memacu motivasi kepada peneliti lainnya untuk melakukan penelitian sejenis dengan menggunakan metode yang lain.


[1] Kebijakan Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia, (Jakarta: Bank Indonesia, Februari 2001)



Untuk mendapatkan file lenfkap, silakan klik di sini

Share on Google Plus

About Rahman Elharawy

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment
Welcome
Bisnis
Contoh 3
Download MP3
Contoh 5
Download
Selamat datang di Karya Ilmiah Online, (kumpulan Skrispi, Tesis, Makalah, dan Hasil Laporan Penelitian). Terimakasih telah datang ke sini!!!